Senin, 04 Januari 2016

akibat konversi hutan



AKIBAT KONVERSI HUTAN

Pemanasan global merupakan proses geobiokimia. Karena itu kita tidak dapat meninjaunya dalam jangka pendek, melainkan harus kita lihat dalam perspektif jangka panjang.
Emisi karbon dari penebangan, pembakaran dan konversi hutan juga masih di liputi oleh ketidakpastian dalam estimasi biommasa hutan, kandungan karbon dalam biomassa dan beberapa banyak biomasa yang terbakar atau membusuk. Biomassa hutan berbeda-berbeda dari jenis satu ke jenis yang lain dan biomassa itu di pengaruhi oleh factor iklim dan edatik. Pada waktu hutan hidup dan di tebang.sebagian dari biomassa tidak membusuk,melainkan ada yang terus hidup dan tumbuh kembali.Biomassa yang di bakarpun sebagian menjadi arang sehingga karbonnya tidak terlepas ke udara.
Usaha kita untuk mengembangkan pemanfaatan hutan secara terlanjutkan haruslah di tingkatkan pengawasan pada HPH haruslah di perketat, antara lain dengan pengembangan pemantauan hutan dengan penginderaan jauh Landsat, SPOT, pemotretan udara dan penginderaan jauh dengan radar untuk mengatasi masalah penutupan awan. Di samping itu para HPH juga dituntut untuk meningkatkan peransertanya dalam pengawasan dengan saling mengawasi.
DAMPAK ALIH FUNGSI KAWASAN TERHADAP FUNGSI HIDROLOGIS
Alih fungsi kawasan hutan menjadi peruntukan lainnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun bila tidak dicermati dan dipertimbangkan secara matang dari aspek lingkungan, ekologi, hukum, sosial, ekonomi dan budaya, maka alih fungsi tersebut akan menimbulkan dampak negatif baik secara lokal maupun dalam skala luas. Dalam alih fungsi ini hendaknya tetap dijaga adanya keseimbangan antara fungsi sumber daya hutan sebagai komponen ekologi dan fungsi hutan lainnya sebagai komponen ekonomi. Berbagai bencana yang sering kita dengar seperti banjir, kekeringan, longsor, kebakaran hutan, pencemaran, serangan binatang buas, kepunahan flora dan fauna, konflik antar warga diantaranya disebabkan kurang cermatnya penetapan alih fungsi kawasan hutan dan pelaksanaan yang kurang memperhatikan aspek konservasi, terutama pada kawasan hutan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai hutan lindung atau hutan konservasi.
Konversi hutan adalah suatu proses perubahan teerhadap suatu kawasan hutan tertentu menjadi bukan kawasan hutan atau menjadi kawasan hutan dengan fungsi lainnya.
Hampir semua lahan di Indonesia pada awalnya merupakan hutan alam yang secara berangsur dialih fungsikan oleh manusia  menjadi berbagai bentuk penggunaan lahan lain seperti pemukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan , hutan produksi atau tanaman industri dan lain-lain.


Penyebab pengalih-fungsian hutan:
Ø  Pertumbuhan penduduk dan penyebarannya tidak merata
Ø  Perluasan lahan pertanian dan perkebunan
Ø  Kebutuhan pokok yang semakin meningkat
Ø   Program transmigrasi nasional
Ø  Penggalian bahan tambang Tekanan hutang luar negeri


Hutan konversi dibagi menjadi 3 golongan yaitu
      Hutan suaka alam
            adalah hutan atau kawasan hutan yang dikelola  untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan alam didalamnya seperti Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.
      Hutan Pelestarian Alam
            adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
      Hutan Produksi
            adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan komsumsi masyarakat, industri dan eksport.

Dampak Konversi Hutan
Mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan ntuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, perubahan lingkunagan global, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan erosi tanah.



Masalah Kesuburan Tanah Ketika Dilakukan Konversi Hutan Alami
A.           Sebelum konversi
1.        Tingginya intensitas hujan di wilayah tropis diimbangi dengan penutupan hutan alam yang begitu      luas >> mengendalikan terjadinya banjir, erosi, sedimentasi dan tanah longsor.
2.        Gudang sumberdaya genetik dan pendukung ekosistem kehidupan.
3.        Pepohonan pada hutan alam menghasilkan serasah yang cukup tinggi >> meningkatkan kandungan bahan organik lantai hutan >> lantai hutan memiliki kapasitas peresapan air (infiltrasi) yang jauh lebih tinggi dibandingkan penutupan lahan non-hutan.
4.        Tebalnya lapisan serasah >> meningkatkan aktifitas biologi tanah.
5.        Siklus hidup/pergantian perakaran pohon (tree root turnover) yang amat dinamis dalam jangka waktu     yang lama >> tanah hutan memiliki banyak poripori berukuran besar (macroporosity) >> tanah hutan memiliki laju penyerapan air/pengisian air tanah (perkolasi) yang jauh lebih tinggi.
6.        stratifikasi hutan alam (bervariasinya umur dan ketinggian tajuk hutan), tingginya serasah dan tumbuhan bawah pada hutan alam >> penutupan lahan secara ganda >> efektif mengendalikan erosivitas hujan (daya rusak hujan), aliran permukaan dan erosi.
7.      Sisi bentang lahan (landscape) >> penggunaan lahan yang paling aman secara ekologis
8.      sangat sedikit sekali ditemukan jalan-jalan setapak, tidak ada saluran Irigasi & jalan berukuran besar yang diperkeras >> pada saat hujan besar berperan sebagai saluran drainase.
9.      biomasa hutan yang tidak beraturan >> filter pergerakan air dan sedimen.
10.    dalam hutan alam tidak dilakukan pengolahan tanah yang membuat lahan lebih peka terhadap erosi.
11.    hutan dalam kondisi yang tidak terganggu lebih tahan terhadap kekeringan >> tidak mudah terbakar.

B.      Sesudah konversi
1.      merusak habitat hutan alam >>  menghancurkan seluruh kekayaan hayati hutan yang tidak ternilai harga dan manfaatnya >> mengubah landscape hutan alam secara total.
2.      kerusakan seluruh ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) jika tidak dilakukan dengan baik
3.      meningkatnya aliran permukaan (surface runoff), tanah longsor,erosi dan sedimentasi
4.      semakin parah, apabila pembersihan lahan (setelah kayunya ditebang) dilakukan dengan cara pembakaran
5.      Rumput dan tumbuhan bawah secara menerus akan dibersihkan, karena akan berperan sebagai gulma tanaman pokok. Dilain pihak, rumput dan tumbuhan bawah ini justru berperan sangat penting untuk mengendalikan laju erosi dan aliran permukaan.
6.      Keberadaan pepohonan yang tanpa diimbangi oleh pembentukan serasah dan tumbuhan bawah àmeningkatkan laju erosi permukaan
7.      Pembangunan perkebunan memerlukan pembangunan jalan, dari jalan utama hingga jalan inspeksi, serta pembangunan infrastruktur (perkantoran, perumahan), termasuk saluran drainase. Kondisi ini apabila tidak dilakukan dengan baik (biasanya memang demikian) >> semakin cepatnya air hujan mengalir menuju ke hilir àperesapan air menjadi terbatas dan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor akan meningkat
8.      pohon kelapa sawit sebagai pohon yang cepat tumbuh (fast growing species) dikenal sebagai pohon yang rakus air, artinya pohon ini memiliki laju evapotranspirasi (penguap-keringatan) yang tinggi. Setiap pohon sawit memerlukan 20 – 30 liter air setiap harinya >> mengurangi ketersediaan air khususnya di musim kemarau.

Untuk Meminimalisir dampak dari konversi hutan ini, pada ahli fungsi hutan yang sudah tidak dapat dihindarkan lagi perlu ahli dilakukan penerapan-penerapan teknik-teknik konversi tanah dan permanenan air pada tipe penggunaan lahan. Selain itu Kebijakan moratorium (penutupan sementara) konversi hutan alam dan lahan gambut harusnya mampu menjawab permasalahan kesemrawutan tata kelola kehutanan ini.
Kesimpulanya bahwa kesuburan tanah juga dipengaruhi oleh sejumlah air yang ada di suatu daereh tertentu, logikanya apakah tumbuhan atau kayu lainya mampuh bersaing dalam pengambilan air dengan kelapa sawit atau tidak? Jika tidak mampuh maka tumbuhan lainya bisa mengalami kematian. Karna dalam proses fotosintesis tumbuhan sanngat membutuhkan air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar