AKIBAT KONVERSI HUTAN
Pemanasan global merupakan proses geobiokimia. Karena itu
kita tidak dapat meninjaunya dalam jangka pendek, melainkan harus kita lihat
dalam perspektif jangka panjang.
Emisi karbon dari penebangan, pembakaran dan konversi hutan
juga masih di liputi oleh ketidakpastian dalam estimasi biommasa hutan,
kandungan karbon dalam biomassa dan beberapa banyak biomasa yang terbakar atau
membusuk. Biomassa hutan berbeda-berbeda dari jenis satu ke jenis yang lain dan
biomassa itu di pengaruhi oleh factor iklim dan edatik. Pada waktu hutan hidup
dan di tebang.sebagian dari biomassa tidak membusuk,melainkan ada yang terus
hidup dan tumbuh kembali.Biomassa yang di bakarpun sebagian menjadi arang
sehingga karbonnya tidak terlepas ke udara.
Usaha kita untuk mengembangkan pemanfaatan hutan secara
terlanjutkan haruslah di tingkatkan pengawasan pada HPH haruslah di perketat,
antara lain dengan pengembangan pemantauan hutan dengan penginderaan jauh
Landsat, SPOT, pemotretan udara dan penginderaan jauh dengan radar untuk
mengatasi masalah penutupan awan. Di samping itu para HPH juga dituntut untuk
meningkatkan peransertanya dalam pengawasan dengan saling mengawasi.
DAMPAK ALIH FUNGSI
KAWASAN TERHADAP FUNGSI HIDROLOGIS
Alih fungsi kawasan hutan menjadi peruntukan lainnya
diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun bila tidak dicermati dan
dipertimbangkan secara matang dari aspek lingkungan, ekologi, hukum, sosial,
ekonomi dan budaya, maka alih fungsi tersebut akan menimbulkan dampak negatif
baik secara lokal maupun dalam skala luas. Dalam alih fungsi ini hendaknya
tetap dijaga adanya keseimbangan antara fungsi sumber daya hutan sebagai
komponen ekologi dan fungsi hutan lainnya sebagai komponen ekonomi. Berbagai
bencana yang sering kita dengar seperti banjir, kekeringan, longsor, kebakaran
hutan, pencemaran, serangan binatang buas, kepunahan flora dan fauna, konflik
antar warga diantaranya disebabkan kurang cermatnya penetapan alih fungsi
kawasan hutan dan pelaksanaan yang kurang memperhatikan aspek konservasi,
terutama pada kawasan hutan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai hutan
lindung atau hutan konservasi.
Konversi hutan adalah suatu proses perubahan teerhadap suatu
kawasan hutan tertentu menjadi bukan kawasan hutan atau menjadi kawasan hutan
dengan fungsi lainnya.
Hampir semua lahan di Indonesia pada awalnya merupakan hutan
alam yang secara berangsur dialih fungsikan oleh manusia menjadi berbagai bentuk penggunaan lahan lain
seperti pemukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan , hutan produksi atau
tanaman industri dan lain-lain.
Penyebab pengalih-fungsian hutan:
Ø Pertumbuhan
penduduk dan penyebarannya tidak merata
Ø Perluasan lahan
pertanian dan perkebunan
Ø Kebutuhan pokok
yang semakin meningkat
Ø Program transmigrasi nasional
Ø Penggalian bahan
tambang Tekanan hutang luar negeri
Hutan konversi dibagi
menjadi 3 golongan yaitu
• Hutan suaka
alam
adalah
hutan atau kawasan hutan yang dikelola
untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan alam
didalamnya seperti Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.
• Hutan
Pelestarian Alam
adalah
hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
• Hutan Produksi
adalah
areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk
menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan komsumsi masyarakat, industri dan
eksport.
Mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan ntuk
menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada
lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, perubahan lingkunagan global,
berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya air dan erosi
tanah.
Masalah Kesuburan Tanah Ketika
Dilakukan Konversi Hutan Alami
A. Sebelum
konversi
1. Tingginya
intensitas hujan di wilayah tropis diimbangi dengan penutupan hutan alam yang
begitu luas >> mengendalikan
terjadinya banjir, erosi, sedimentasi dan tanah longsor.
2. Gudang
sumberdaya genetik dan pendukung ekosistem kehidupan.
3. Pepohonan
pada hutan alam menghasilkan serasah yang cukup tinggi >> meningkatkan
kandungan bahan organik lantai hutan >> lantai hutan memiliki kapasitas
peresapan air (infiltrasi) yang jauh lebih tinggi dibandingkan penutupan lahan
non-hutan.
4. Tebalnya
lapisan serasah >> meningkatkan aktifitas biologi tanah.
5. Siklus
hidup/pergantian perakaran pohon (tree root turnover) yang amat dinamis dalam
jangka waktu yang lama >> tanah
hutan memiliki banyak poripori berukuran besar (macroporosity) >> tanah
hutan memiliki laju penyerapan air/pengisian air tanah (perkolasi) yang jauh
lebih tinggi.
6. stratifikasi
hutan alam (bervariasinya umur dan ketinggian tajuk hutan), tingginya serasah
dan tumbuhan bawah pada hutan alam >> penutupan lahan secara ganda
>> efektif mengendalikan erosivitas hujan (daya rusak hujan), aliran
permukaan dan erosi.
7. Sisi bentang
lahan (landscape) >> penggunaan lahan yang paling aman secara ekologis
8. sangat sedikit
sekali ditemukan jalan-jalan setapak, tidak ada saluran Irigasi & jalan berukuran
besar yang diperkeras >> pada saat hujan besar berperan sebagai saluran
drainase.
9. biomasa hutan
yang tidak beraturan >> filter pergerakan air dan sedimen.
10. dalam hutan
alam tidak dilakukan pengolahan tanah yang membuat lahan lebih peka terhadap
erosi.
11. hutan dalam
kondisi yang tidak terganggu lebih tahan terhadap kekeringan >> tidak
mudah terbakar.
B. Sesudah konversi
1. merusak
habitat hutan alam >>
menghancurkan seluruh kekayaan hayati hutan yang tidak ternilai harga
dan manfaatnya >> mengubah landscape hutan alam secara total.
2. kerusakan
seluruh ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) jika tidak dilakukan dengan baik
3. meningkatnya
aliran permukaan (surface runoff), tanah longsor,erosi dan sedimentasi
4. semakin parah,
apabila pembersihan lahan (setelah kayunya ditebang) dilakukan dengan cara
pembakaran
5. Rumput dan
tumbuhan bawah secara menerus akan dibersihkan, karena akan berperan sebagai
gulma tanaman pokok. Dilain pihak, rumput dan tumbuhan bawah ini justru
berperan sangat penting untuk mengendalikan laju erosi dan aliran permukaan.
6. Keberadaan
pepohonan yang tanpa diimbangi oleh pembentukan serasah dan tumbuhan bawah
àmeningkatkan laju erosi permukaan
7. Pembangunan
perkebunan memerlukan pembangunan jalan, dari jalan utama hingga jalan
inspeksi, serta pembangunan infrastruktur (perkantoran, perumahan), termasuk
saluran drainase. Kondisi ini apabila tidak dilakukan dengan baik (biasanya
memang demikian) >> semakin cepatnya air hujan mengalir menuju ke hilir
àperesapan air menjadi terbatas dan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor
akan meningkat
8. pohon kelapa
sawit sebagai pohon yang cepat tumbuh (fast growing species) dikenal sebagai
pohon yang rakus air, artinya pohon ini memiliki laju evapotranspirasi
(penguap-keringatan) yang tinggi. Setiap pohon sawit memerlukan 20 – 30 liter
air setiap harinya >> mengurangi ketersediaan air khususnya di musim
kemarau.
Untuk Meminimalisir dampak dari konversi hutan ini, pada ahli
fungsi hutan yang sudah tidak dapat dihindarkan lagi perlu ahli dilakukan
penerapan-penerapan teknik-teknik konversi tanah dan permanenan air pada tipe
penggunaan lahan. Selain itu Kebijakan moratorium (penutupan sementara)
konversi hutan alam dan lahan gambut harusnya mampu menjawab permasalahan
kesemrawutan tata kelola kehutanan ini.
Kesimpulanya bahwa kesuburan tanah juga
dipengaruhi oleh sejumlah air yang ada di suatu daereh tertentu, logikanya
apakah tumbuhan atau kayu lainya mampuh bersaing dalam pengambilan air dengan
kelapa sawit atau tidak? Jika tidak mampuh maka tumbuhan lainya bisa mengalami
kematian. Karna dalam proses fotosintesis tumbuhan sanngat membutuhkan air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar